Selasa, 15 Juni 2010

Mahasiswa sebagai oposisi pemerintah? (opini oktober 09)

20 oktober 2009, hari dimana Susilo bambang Yudhoyono di kukuhkan kembali menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke dua kalinya dengan mencatat kemenangan yang cukup signifikan. Angka 60% yang dicapai kubu SBY beserta rombongan koalisinya menjadikan suara di DPR/MPR cenderung homogen. Bahkan pihak-pihak yang sudah sejak dari awal mendeklarasikan diri sebagai oposisi sejatipun pada akhirnya merubah haluan kebijakannya menjadi mitra strategis pemerintahan karena tertarik dengan tawaran yang diberikan pemerintah terpilih di MPR. Ketua MPR seharusnya dipilih dari partai pemenang, tetapi saat ini malah dilimpahkan kepada partai yang dulunya adalah Oposisi. Hal ini mengindikasikan sebuah pendekatan dari presiden terpilih dalam upaya “pengamanan posisi” atau homogenisasi pemerintahan yang ada.
Keadaan ini memunculkan banyak kekhawatiran dari berbagai pihak akan munculnya rezim otoriter jilid 2 yang dulu pernah menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia. Adanya Oposisi dalam sebuah pemerintahan tetaplah dinilai penting adanya sebagai media penyeimbang system yang akan senantiasa mengawasi semua kinerja system yang ada. Tanpa adanya oposisi, sebuah pemerintahan berpeluang besar untuk dimanfaatkan oleh kalangan yang berkuasa dalam menggapai obsesi pribadinya seperti telah terjadi pada zaman orde baru silam, MPR/DPR hanya menjadi lembaga verifikasi belaka. Semua kebijakan tidak lagi di dasarkan atas dasar kesejahteraan masyarakat pada umumnya, tetapi hanya untuk kepentingan elit dan golongan yang berkepentingan belaka.
Pada akhirnya Pemerintahan Indonesia hanya terbentuk dari sebuah koalisi besar tanpa munculnya oposisi untuk mengimbangi pemerintah. Lalu siapakah yang akan menjadi kekuatan pengontrol pemerintah? Siapakah yang dapat menjadi pembela rakyat apabila terjadi kesewenangan dan kebijakan yang tidak pro-rakyat? Indonesia sekarang butuh kekuatan baru yang tidak pragmatis, netral, dan konsisten untuk membela kepentingan rakyat. Maka itu, disinilah peran mahasiswa dibutuhkan. Ketika semuanya telah berpaling dari pembelaan terhadap kepentingan dan kesejahteraan rakyat, ketika semuanya telah terjebak dalam ruang-ruang pragmatisme dan egoisme pribadi, mahasiswalah yang tetap konsisten dalam mengawal dan membaktikan diri demi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa pamrih dengan semangat dan idealismenya yang bersih, hanya untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan semangat dan idealismenya, mahasiswa tetap siap menjadi oposisi pemerintah sampai kapanpun. Yang akan senantiasa mengawal dan mengawasi berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Meskipun semua kekuatan politik telah beralih ke pemerintah, mahasiswa akan menjadi kekuatan legislatif alternatif untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
Semangat perjuangan mahasiswa tidak akan mati. Mahasiswa akan terus menjadi mediator sebagai perwajahan dari rakyat Indonesia. Menjadikan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
Langkah yang paling dekat dan konkret dari mahasiswa pasca dikukuhkannya susilo bambang yodhoyono (SBY) sebagai presiden yang ke-2 kalinya adalah dengan membentuk cabinet bayangan yang akan senantiasa mengawasi kebijakan pemerintahan SBY dalam 100 hari pertama pasca pelantikan. Selain itu juga menuntut janji-janji pemerintah incumbent 5 tahun yang lalu yang belum terlaksana dan bahkan telah ditambah lagi dengan janji-janji pada pemilu 2009 kemarin. Dengan semangat SUMPAH MAHASISWA INDONESIA, mahasiswa akan konsisten memenuhi kepentingan rakyat dan menuntut pemerintahan yang jujur dan bersih dengan turun kejalan dalam aksi menyambut pelantikan presiden baru 2009.
Tiada kata akhir bagi bangsa pejuang. Maka itu juga tiada kata akhir bagi perjuangan mahasiswa. Mahasiswa akan tetap tegak sebagai pilar demokrasi dan reformasi di Indonesia dengan posisi dan sikapnya yang terus imparsial, netral, dan progresif terhadap dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ini harapannya dapat menjadi sebuah pengingat bagi kita bersama bahwa masih ada yang harus diselesaikan di Negara ini dan mahasiswa akan tetap konsisten sebagai gerakan moral maupun intelektual di Indonesia.

2 komentar:

  1. bagaimana jika kita mahasiswa sudah "diracun" juga untuk menjadi apatis terhadap masyarakat...???

    BalasHapus
  2. integritas akan nilai2 ketuhanan yang dukaruniakan, dan objektif dalam menyikapi hal2 yang terjadi mungkin bisa menjadi penawarnya..

    jika memang sudah mersa teracuni, atau melihat yang teracuni, kitalah yang harus menjadi penawarnya..

    mari kita upayakan..

    BalasHapus