Selasa, 15 Juni 2010

Krisis Transportasi indonesia? (di muat di Republika September 2009)


Yogyakarta berpotensi menjadi kota macet seperti jakarta dan kota-kota besar lainnya di indonesia. Volume kendaraan kian meningkat padat, Jalan-jalan yang ada dipenuhi oleh kendaraan bermotor. Peningkatan volume kendaraan ini sangat terasa peningktannya dari waktu kewaktu. Dalam empat tahun terakhir saja, bisa mengalami peningkatan lebih dari 80% setiap tahunnya.
(gambar kemacetan di jalan Kalimalang Bekasi, diambil dari suardi.wordpress.com)
Pada tahun 2006, hampir di setiap parkiran kampus ugm masih kosong, masih menyisakan banyak tempat, tetapi saat ini sudah tak ada lagi parkiran yang muat untuk menampung kendaraan bermotor.
Dulu hampir tidak pernah dirasakan adanya kemacetan di baddan jalan, tetapi saat ini hampir disetiap lampu merah mengalami kemacetan yang luar biasa panjang. Apalagi pada pagi dan sore hari, saat masuk dan keluar jam kantor. Inilah keadaan kotaku saat ini. Kota malangku yogyakarta, dan mungkin hampir disemua kota-kota besar mengalaminya.
Sepeda motor bukanlah menjadi barang aneh lagi,setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan barang ini hanya dengan uang 800ribu rupiah bahkan lebih murah dari itu. Bukanlah hal yang sulit untuk mendapatkan sebuah sepeda motor pada hari ini, setiap orang dapat memilikinya dengan sangat mudah. Hal inilah yang juga ikut berpengaruh besar dalam peningkatan volume kendaraan di kota-kota besar.
(gambar kemacetan di jalan Kalimalang Bekasi, diambil dari suardi.wordpress.com)
Kendaraan yang baru sangat mudah untuk di dapatkan, sedangkan kendaraan lama tidak terus kemudian berhenti beroperasi. Semua kendaraan lama yang mengikuti uji emisi di dinas perhubungan pasti dengan mudahnya lulus uji emisi dengan uang pelicin, tradisi yang sudah mendarah daging dan belum bisa di akhiri sampai detik ini, entah mengapa.
Akhirnya terjadi ketidak keseimbangan antara input dan output kendaraan bermotor di jalanan. Kendaraan baru terus diproduksi dan memasuki jalanan, tetapi kendaraan lama tidak ada yang keluar dari jalan karena semuanya tetap lulus uji emisi. Dari kendaraan jaman batupun masih boleh beroperasi. Proses substitusi antara kendaraan lama dan baru tidak berjalan, sehingga menjadi suatu hal wajar bila kemacetan kerap kita dapati di hampir semua jalan.
Seharusnya ada undang-undang yang mengatur tentang produksi dan pemakaian kendaraan di indonesia, sehingga ada pengaturan pengeluaran kendaraan setiap tahunnya. Tidak bebas seperti saat ini. Setiap produsen kendaraan boleh memproduksi dan mengeluarkan kendaraan kapanpun. Kalopun sudah ada, perlu ditinjau ulang pelaksanaannya. Pun dengan fungsi UJI EMISI yang dilakukan oleh dishub harus di awasi kembali pelaksanaannya, jangan sampai seperti terjadi saat ini, belum di uji kelayakan mesinnya, sudah mendapatkan surat lulus uji emisi. Hal ini bukan hanya berpengaruh pada peningkatan beban kendaraan yang luar biasa, tetapi juga sangat berpengaruh besar pada perubahan iklim global, global warming.
Di sisi lain, bila kita melihat dari sumber energi yang digunakan dari kesemua kendaraan bermotor yang ada di indonesia saat ini, adalah bahan bakar minyak. Yang padahal menurut salah satu anggota DEN (Dewan energi Nasional) yang sekaligus dekan Fakultas teknik Ugm,Ir. Tumiran.,Meng.Phd., “cadangan minyak indonesia paling hanya tinggal 8 tahunan lagi yang sudah jelas ada sumbernya saat ini, maksimal 15 tahun dengan semua cadangan yang belum terekplorsi”. Bila ini benar, lalu maju bagaimana nasip kendaraan di indonesia 8 tahun mendatang? Padahal semua mesin yang ada semuanya menggunakan bahan bakar minyak?apakah kemudian nanti semua kendaraan itu akan menjadi seonggok sampah saja? Padahal belum ada sumber energi lain yang siap dijadikan pengganti. Dan kalopun ada, bagaimana cara mensubstitusi settingan mesin yang defaultnya adalah berbahan bakar minyak?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang seharusnya dijawab pemerintah indonesia saat ini, karena pemerintahlah yang menjadi stakeholder utama untuk mengatasinya.
Walluhu alam.,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar